Jumat, 22 Februari 2013

"Kisah Sebuah Kamera Tua yang Bersejarah di Indonesia"


"Kisah Sebuah Kamera Tua yang Bersejarah di Indonesia"

PADA waktu mendapat warisan sebuah kamera tua dari Isman
 ayahnya, yang meninggal dunia tahun 1975
Koen Soelistijo (kini pensiunan karyawan swasta)merasa mendapat durian runtuh. Kamera dengan merek Tropen Deckrullo
itu bukan saja menjadi kenangan yang sangat berharga bagi dirinya, tetapi ternyata juga meninggalkan banyak jejak keluarganya secara visual, yaitu negatif-negatif foto tua yang masih baik keadaannya.Ada sekitar 20 negatif kaca berukuran 9 x 12 sentimeter yang ada bersama kameraTropen itu. Ternyata, foto-foto lama itu tidak saja bersejarah bagi keluarga KoenSoelistijo saja. Bagi sejarah fotografi Indonesia, kamera tua Tropen itu jadi bersejarah pula.Dari kamera itu kita tahu bahwa pribumi Indonesia sudah ada yang membelikamera (yang sangat mahal saat itu) pada tahun 1921. Memang perlu data lebih banyak untuk tahu siapa pribumi pertama Indonesia yang memiliki kamera. Kalaufotografer pribumi pertama yang dikenal sampai saat ini adalah Kassian Cephas yang sudah memotret sejak akhir abad ke-19. Ayah Koen Soelistijo , yaitu Isman, membeli kamera itu pada tanggal 10Februari 1921 saat masih menjadi siswa Kweekschool Djetis Yogyakartayang saat itu adalah sekolah calon guru.
Isman (almarhum) rupanya orang yang sangat teliti dalam segala hal. Kuitansiasli pembelian kamera itu masih tersimpan dengan baik. Harga kamera Tropen itu dengan peralatannya saat dibeli adalah 475 gulden. Sulit dicari padanannya dengan harga emas atau beras saat itu karena tidak adadata lain yang bisa didapat. 10 Makalah Perkembangan Fotografi di IndonesiaAkan tetapi, yang pasti, kamera itu pasti sangat mahal. "Menurut ayah saya, saat kamera itu dibeli, di Yogyakarta baru ada dua studio foto," kata
Koen SoelistijoMenurut Koen, ayahnya selalu memproses sendiri hasil potretannya. Dari kuitansi pembelian, jelas terlihat bahwa
Isman membeli aneka aksesoris lain termasuk sebuah tripod dari kayu. Kamera Tropen itu memang kamera langka karena merek itu pun sudah tidak terdengar lagi kini. Format film yang dipakai pun aneh, yaitu 9 x 12 sentimeter. Biasanya untuk kamera format besar seperti Tropen itu, format yang dipakai bahkan sampai saat ini adalah 4 x 5 inci (10 x 12,5 sentimeter) atau 8 x 10 inci,atau 16 x 20 inci. Akan tetapi, ini bisa dimaklumi karena kameraTropen buatan Belanda. Padazaman itu, Eropa dan Amerika punya standar masing-masing dalam kamera. Standar dunia yang dipakai saat ini untuk kamera format besar memang standar Amerika yang memakai inci.
Kamera Tropen
itu menghasilkan gambar yang sangat baik, tajam, dankontrasnya bagus sekali. Maklum, lensa yang dipakainya adalah Carl Zeiss
yangmemang sangat terkenal sampai sekarang.Sejarah yang ditorehkan kamera Tropen itu bisa juga kita nikmati bersama.Simaklah foto upacara Tedak Siti (Upacara Turun Tanah) yang dilakukan kakak Koen Soelistijo
Koentjiati.
pada tahun 1930-an. Kita jadi tahu sedikit pada apayang dilakukan atas anak yang mulai bisa berjalan itu.Juga kita bisa melihat
bentuk mobil

pada tahun 1920-an yaitu foto keluarga Isman
di Madiun, Jawa Timur. Kita jadi tahu pula bahwa nomor mobil Madiunsudah AE sejak dulu.
11 Makalah Perkembangan Fotografi di Indonesia


Lihat pula foto-foto Isman bersama teman-temannya di Kweekschool Djetis, yang waktu itu adalah sekolah calon guru. Saat ini gedung sekolah yang tampak dilatar belakang itu adalah
STM Jetis.  Bagi orang- orang yang pernah bersekolah disana, foto itu pasti meninggalkan kesan tersendiri.
Isman yang lulusan Kweekschool Djetis, kemudian ikut mendirikan SMP 1 Solo dan patungnya masih ada di Gedung SMP 1 Solo itu. Pendeknya, kamera Tropen yang dimiliki Koen Soelistijo
adalah sebuah bukti jejak bersejarah tidak hanya bagi keluarga
Koen. Bagi dunia fotografi Indonesia,setidaknya kamera itu berkata, "Sebelum Sumpah Pemuda dilakukan sudahada pemuda Indonesia yang menjadi penggemar fotografi secara amatir."





Tidak ada komentar:

Posting Komentar